Aku adalah warga Aceh yang memimpikan suatu saat bisa
berlibur ke pulau Sabang. Meskipun Sabang itu dekat dari Banda Aceh, namun
untuk pergi kesana rasanya perlu mikir-mikir lagi. Mengingat dompet anak
kuliyahan yang, emmm, tipis.
Tiba-tiba ada temen ngajakin pergi ke sana untuk liputan
acara sail Sabang (28 November sampai 05 Desember 2017). Katanya acaranya itu meriah. Aku sendiri awalnya gak
tau apa itu sail sabang. Ku kira, sejenis pameran-pameran fair biasa.
Namun, setelah aku Googling. Ternyata sail Sabang itu adalah acara besar. Dihadiri oleh 20 ribu wisatawan, 3 ribu diantaranya adalah turis mancanegara. Bukankah itu luarbiasa?!
Namun, setelah aku Googling. Ternyata sail Sabang itu adalah acara besar. Dihadiri oleh 20 ribu wisatawan, 3 ribu diantaranya adalah turis mancanegara. Bukankah itu luarbiasa?!
Merasa seperti orang bodoh yang tak tau apa-apa, aku
semakin penasaran dengan festival sail Sabang. Setelah menimbang-nimbang,
akhirnya aku meng-iya-kan ajakan si teman untuk liputan disana, walaupun
sebenarnya agak was-was karena budget tipis.
Bukan main acara ini, ternyata para wartawan dari semua
media di undang. Mereka semua diberi id card dari pihak kepanitiaan. Si teman
yang mengajakku juga punya id card dari Humas Aceh. Lalu aku? Jelas saja gak
punya apa-apa. Kalau aku ingin ke sabang untuk liputan, setidaknya aku harus
punya id card dari media online tempat aku berkerja. Sayangnya aku tak punya.
Setelah lobi sana-sini, akhirnya aku dapat id card, tapi cuma
file nya aja. Artinya aku harus cetak sendiri. Sedangkan aku udah di kapal
ferri menuju Sabang. Kamu bisa bayangkan apa yang akan terjadi? Awalnya aku
menganggap enteng saja. Karena ku pikir akan mudah menemukan percetakan di Sabang, rupanya aku
salah besar!
Baca Juga : Harga Sebuah Pemberian
Baca Juga : Harga Sebuah Pemberian
Kami tiba di Sabang sekitar jam empat sore. Kemudian keliling-keliling cari percetakan sampai magrib. Gara-gara sibuk ingin cetak id card. Kami sampai lupa soal penginapan.
Untunglah kami berjumpa orang yang tepat. Bapak satpam pendopo gubernur Sabang. Beliau memperkenankan kami untuk tinggal di rumahnya. Geratis! Betapa beruntungnya kami!
Untunglah kami berjumpa orang yang tepat. Bapak satpam pendopo gubernur Sabang. Beliau memperkenankan kami untuk tinggal di rumahnya. Geratis! Betapa beruntungnya kami!
Hari pertama
Pada puncak acara pembukaan Sail Sabang, si temen lolos
masuk ke area opening ceremony. Pintu masuk kesana dijaga ketat. Jadi, aku cuma bisa
nunggu di luar. Dengan hujan, becek, gak ada ojek! Aku terpaksa menyingkir dan mencari tempat
berteduh di pinggir jalan.
Sedih? Jelas sedih, sudah ini pengalaman pertama ke sabang, malah jadi anak terbuang, hikss.
Sedih? Jelas sedih, sudah ini pengalaman pertama ke sabang, malah jadi anak terbuang, hikss.
Diam-diam aku mencari cara lain supaya aku gak sia-sia kesini. Dalam hujan yang lebat dan pikiran yang terus memberontak, aku mendapat
ide. Bagaimanapun caranya, aku tetap harus meliput acara ini. Yah, walaupun aku
gak bisa meliput acara opening ceremony. Setidaknya aku bisa meliput hujan
lebat ini. Akhirnya aku menulis. Jadilah sebuah berita. Jreng jreng!!!!
Sedang asik memikirkan ide lain, aku dapat pesan dari si
teman yang berada di arena opening ceremony. Katanya dia gak bisa masuk kedalam
lagi. Dia tertahan di media center karena id card miliknya tidak ada stempel
merah. Walah? Disaring lagi? Diam-diam aku terkekeh. Jahat juga aku. Temen menderita
malah senag.
Pulang dari acara opening ceremony aku dapat kejutan. Si temen
ngasih uang. Uang apa? Uang saku untuk wartawan katanya. Wawww! Ini benar-benar
hari keberuntunganku yang ke dua setelah dapat penginapan geratis kemarin! Entah bagaimana caranya dia bisa mendapatkan itu. Temanku
memang the best!
Hari kedua
Kami berangkat lagi pagi-pagi. Tujuannya masih sama. Ke pelabuhan
CT-3 tempat acara opening ceremony
kemarin. Hari ini gak ada penjagaan lagi. Warga penginjung sail Sabang
diperbolehkan masuk. Aku menjadi paham kenapa kemarin dijaga begitu ketat. Karena, kemarin datang bapak Wapres, Jusuf
Kalla!
Hari ini agenda kami adalah untuk berkeliling stand festival
kopi dan festival kuliner. Tapi ternyata kami mendapatkan lebih banyak dari
itu. Kami juga menemukan stand lain yang gak kalah menarik. Ada Satand BUMN dan
perbankan, stand dari seluruh kementrian/lembaga, dan stand Pemda dan SKPD
Aceh.
Lelah berkeliling, lelah icip-icip, akhirnya kami pulang ke
penginapan menjelang magrib. Malamnya kami menulis berita lagi. Sampai tepar
ketiduran.
Seberarnya rencana kami hanya dua hari disabang, hari ke tiga kami pulang. Tapi, karena kemarin tidak sempat jalan-jalan ketempat wisata Sabang, akhirnya kami menunda kepulangan kami ke Banda Aceh. Hari ini agenda kami adalah jalan-jalan sepuasnya. Gak ada liputan, gak ada wawancara.
Tujuan kami adalah ke tugu kilometer nol, makan rujak di
anoe hitam, terus ke gua sarang, terakhir ke pasir putih. Tapi karena guide
kami datang telat, sekitar jam 14.00 baru jemput kami jalan-jalan. Mau bagaimana lagi, dengan waktu
tersisa tiga jam lebih menjelang magrib. Kami tidak bisa berharap banyak. Rasanya mustahil bisa pergi kesemua
destinasi yang kami angan-angankan.
Akhirnya, kami cuma bisa pergi ke dua tempat. Yaitu ke Tugu
kilometer nol dan ke Gua sarang. Itu aja udah lebih dari cukup. Ketimbang tidak
pergi sama sekali. And, bdw, kami
jalan-jalan ini geratis loh! Yakkk! Kami beruntung lagi hari ini! Rejeki anak
soleh, wkwkwk.
Dan akhirnya, hari keempat kami pulang. Dengan sebuah cerita
bahagia mengisi rongga dada. Tidak pernah terbayangkan bahwa semua akan
berjalan seindah itu. Rasanya ingin kembali lagi ke Sabang kapan-kapan. Tapi dengan
cerita yang lebih indah lagi. Dengan persiapan yang lebih matang lagi. Supaya puas
berkeliling, puas belanja oleh-oleh tanpa harus khawatir dengan isi dompet. Kapan
ya? Mungkinkah saat itu akan tiba?
No comments:
Post a Comment