Salah
satu dari sekian mimpi besar ku terwujud. Entah ini benar karunia-Nya atas
kesabaran menunggu selama tiga tahun. Atau mungkin ini istidraj-Nya untuk
menguji lagi calon penulis seperti diriku ini.
Untuk
masuk keruang kelas tercinta ini. Banyak rintangan yang telah terlampaui. Kelas
ini, adalah ruang mimpi yang semenjak tiga tahun lalu begitu ku dambakan.
Meski telah tiga tahun setelah kelulusanku dari bangku SMA, mimpi itu masih sama. Kelas ini, hanya bisa kudapatkan jika aku terdaftar sebagai mahasiswa jurusan komunikasi.
Kelas ini yang kelak melahirkan penulis-penulis muda. Salah satunya adalah diriku. Kelas ini: kelas jurnalistik.
Meski telah tiga tahun setelah kelulusanku dari bangku SMA, mimpi itu masih sama. Kelas ini, hanya bisa kudapatkan jika aku terdaftar sebagai mahasiswa jurusan komunikasi.
Kelas ini yang kelak melahirkan penulis-penulis muda. Salah satunya adalah diriku. Kelas ini: kelas jurnalistik.
Jum’at (17/01/16) terakhir kali aku mengikuti kelas favoritku ini. Aku mencatat beberapa poin penting di catatanku. Salah satunya adalah tentang tugas menulis feature yang seharusnya dikumpulkan minggu lalu.
Aku belum membuatnya sama sekali. Aku tidak tahu informasi ini karena tak hadir minggu sebelumnya. Aku benar-benar menyesal. Merasa jauh tertinggal dibanding teman-teman. Lantas aku menuliskan memo di post it agar aku tidak lupa membuat PR dan ku tempelkan di depan pintu kamar.
Pada
pertemuan terakhir itu, dosenku, pak Jufrizal (30) meminta beberapa mahasiswa
membacakan feature karya mereka masing-masing.
Aku mendengarkan dengan teliti setiap apa yang mereka bacakan. Feature yang kupelajari baru-baru ini memang masih begitu asing bagiku.
Kurasa teman-teman juga sama sepertiku. Menurut penilaianku, dari beberapa feature yang dibacakan, rasa-rasanya agak mirip-mirip cerpen.
Aku mendengarkan dengan teliti setiap apa yang mereka bacakan. Feature yang kupelajari baru-baru ini memang masih begitu asing bagiku.
Kurasa teman-teman juga sama sepertiku. Menurut penilaianku, dari beberapa feature yang dibacakan, rasa-rasanya agak mirip-mirip cerpen.
Ketika
kelas hampir berakhir, pak Jufrizal memberikan apresiasi kepada teman-teman
yang telah membuat tugas feature.
Seraya membereskan kumpulan kertas-kertas tugas, beliau berkata “ ada beberapa tulisan yang aku rasa sudah lumayan bagus.
Aku berencana untuk kasih hadiah. Dan aku sudah tentukan hadiahnya” tutur beliau sambil tersenyum.
Seraya membereskan kumpulan kertas-kertas tugas, beliau berkata “ ada beberapa tulisan yang aku rasa sudah lumayan bagus.
Aku berencana untuk kasih hadiah. Dan aku sudah tentukan hadiahnya” tutur beliau sambil tersenyum.
Kami
yang penasaran spontan bertanya siapa orangnya? Apa hadiahnya? Kapan pemberian
hadiahnya? Dan bla-bala-bala.
“hadiahnya tidak sekarang, ya. Nanti saja di pertemuan terahir. Aku sudah siapkan boneka panda, gantungan kunci, dan lain-lain”. Jawab pak Jufrizal masih dengan senyumnya yang khas.
Kami pun hanya bisa membalas senyumnya sambil menduga-duga siapa pemenang hadiah itu.
“hadiahnya tidak sekarang, ya. Nanti saja di pertemuan terahir. Aku sudah siapkan boneka panda, gantungan kunci, dan lain-lain”. Jawab pak Jufrizal masih dengan senyumnya yang khas.
Kami pun hanya bisa membalas senyumnya sambil menduga-duga siapa pemenang hadiah itu.
“keren
kali bapak itu, sampai segitunya memberikan dukungan buat mahasiswa!” ujar
Husna (18), teman yang duduk di sebelah kanan ku.
“iya,
eh. Tapi kalo pemenangnya cowok gimana? Masa sih harus kasih boneka panda?”
Yanti (18) justru mengkhawatirkan yang tidak kami pikirkan sebelumnya.
“gak
apa-apa. Kalo si cowoknya gak mau, buat aku aja” ujar Rahma (17).
Masih
tersisa beberapa jum’at lagi untuk tiba di jum’at terakhir yang di janjikan pak
Jufrizal sebagai hari bemberian hadiah.
Masih ada satu minggu untuk aku menuliskan tugas feature. Dan jum’at depan aku harus mengumpulkan tugas itu.
Masih ada satu minggu untuk aku menuliskan tugas feature. Dan jum’at depan aku harus mengumpulkan tugas itu.
Lima
jum’at yang lalu...
“jika
kalian menulis di sebuah media massa, baik itu cetak, maupaun media online.
Kasih tau aku. Maka nilai A sudah ada ditangan kalian” pak Jufrizal melempar tantangan.
“waaah,
tantangan seru nih” ujar Roni (17), si ketua komting.
Mulai
saat itulah aku berusaha keras untuk dapat membuat satu tulisan yang bisa di
muat di media. Dan aku sangat berharap bisa mendapatkan nilai A.
“kak,
ayo kita nulis. Nanti kita kasih tau pak Jufrizal bahwa mahasiswanya berhasil
bisa menulis berkat kegigihannya mengajar”. Tantang Roni yang sebelumnya pernah
tahu bahwa aku timred di sebuah situs keislaman.
“oke.
Let’s be a writter!” jawabku penuh semangat.
Begitulah.
Kelas jurnalistik ini diakui oleh hampir seluruh mahasiswa di unit ini sebagai
kelas yang paling menyenagkan. Dosennya yang baby face tapi tak menghilangkan
kesan wibawanya.
Selalu memberikan penghargaan dan pujian kepada seluruh mahasiswanya tanpa pilih kasih . Tak ayal, kami begitu mencintainya dan merindukan pertemuan dengannya. Tapi, final tidak lama lagi.
Untuk semester depan, belum tentu kami bisa berjumpa lagi. Seandainya semua dosen se-menyenangkan ini. Pasti tidak ada mahasiswa yang malas kuliah. Dan semua mahasiswa bersemangat untuk mengejar nilai A.
Selalu memberikan penghargaan dan pujian kepada seluruh mahasiswanya tanpa pilih kasih . Tak ayal, kami begitu mencintainya dan merindukan pertemuan dengannya. Tapi, final tidak lama lagi.
Untuk semester depan, belum tentu kami bisa berjumpa lagi. Seandainya semua dosen se-menyenangkan ini. Pasti tidak ada mahasiswa yang malas kuliah. Dan semua mahasiswa bersemangat untuk mengejar nilai A.
Nur
Halimah/ 150401031/KPI UIN Ar-Raniry/2015
No comments:
Post a Comment