Halimahdaily.com - Pernahkah kamu jatuh cinta pada orang yang berkepribadian introvert? Bagaimana rasanya? Jenuh? Bosan? Atau menyenangkan?
Apapun itu, kita berhak mengatakannya sebagai kenangan indah
atau bahkan kenangan buruk. Semuanya tergantung cara kita mengambil persepsi. Tidak
ada hal yang benar-benar buruk di dunia ini. Termasuk juga hal-hal indah,
jangan cepat tertipu.
Saya sendiri adalah orang yang introvert. Mungkin beberapa
orang merasa tidak cukup cocok bersama saya. Saya terkadang menyebalkan, sulit
diajak party, terlalu suka menyendiri, garing, dan canggung.
Bagi orang ekstrovert, saya mungkin terlihat norak. Sebaliknya,
saya melihat orang-orang ekstrovert terlalu hebat. Tak sebanding dengan saya.
Orang introvert seperti saya sangat jarang menjalin hubungan
dengan harmonis. Selalu ada kesalahan. Selalu ada kegagalan. Itulah sebabnya
tidak ada cerita romance yang benar-benar indah dalam hidup saya.
Akhir-akhir ini saya bertemu seseorang yang hampir mirip
sikap dan perilakunya dengan saya. 99,9 persen sangat mirip. Kami pendiam, cuek,
dan tidak banyak melakukan hal-hal hebat. Namun 1 persen yang membedakan kami
adalah cara kami mengekspresikan diri. Saya lebih ekspresif secara verbal,
sedangkan dia lebih ekspresif secara nonverbal.
Suatu hari, saya benar-benar merasa kesal padanya. Sebab kami
telah satu tahun menjalin hubungan special (anggap saja begitu). Tapi tak
sehari pun dia pernah mengungkapkan perasaannya dengan serius. Setiap kali saya
bertanya “apa kamu mencintai ku?” dia hanya menjawab “entah”. Seingat saya,
di awal-awal kami berkencan, dia pernah menyatakan perasaannya secara ambigu. Sepertinya
terlalu sulit baginya untuk sekedar bilang ‘sayang’ padaku.
Apakah dua orang introvert bisa menjaga hubungan mereka
sampai langgeng? Entahlah. Yang saya tahu, saya selalu merasa lelah pada sikap
dan perilakunya, di waktu yang sama saya memahami apa yang tidak dia katakan,
karena kami mirip.
Saya bertahan dengan ketidakpastian ini sebab saya melihat
ada cahaya di matanya ketika ia melihat wajah saya. Meski dia tak pernah
mengatakan apapun, saya merasa kehangatan merasuki relung hati saya ketika dia
bersama saya.
Beberapa teman curhat saya mengatakan bahwa dia terlalu
aneh. Tapi, saya sendiri justru merasakan bahwa saya lah yang aneh. Menyukai nya saja
sudah aneh. Apalagi bertahan selama setahun untuk tetap bersamanya. Bukankah itu
sangat aneh?
Entah dia yang terlalu
miskin kata-kata, sehingga tak mampu untuk ‘say good by ‘saat bosan dengan
saya. Dan tak mampu berkata ‘I love you’ saat cintanya menggebu.
Entah saya yang buta karena cinta. Sehingga kesalahan apapun yang dia lakukan tetap saya maafkan. Serta sikap acuh tak acuhnya saya artikan sebagai 'penjagaan diri' dari cinta yang membodohi. Entahlah, saya selalu membelanya.
Entah karena apa, kami tetap bersama.
Entah saya yang buta karena cinta. Sehingga kesalahan apapun yang dia lakukan tetap saya maafkan. Serta sikap acuh tak acuhnya saya artikan sebagai 'penjagaan diri' dari cinta yang membodohi. Entahlah, saya selalu membelanya.
Entah karena apa, kami tetap bersama.
Jika suatu hari nanti saya pergi meninggalkannya, bukan
karena saya berhenti mencintainya. Tetapi karena saya lelah mengejar kepastian
cinta yang tak kunjung saya terima.
No comments:
Post a Comment