Halimahdaily.com - Menghapus kenangan buruk, bagi saya sangat mudah sekali. Pertama-tama, mungkin karena saya adalah tipe orang yang cuek. Tidak terlalu megambil pusing setiap persoalan.
Segala hal buruk saya anggap sebagai keniscayaan dalam hidup. Bukan sebagai boomerang yang menghalangi jalan saya untuk menemukan kebahagiaan. Bahkan dalam tangisan, saya sering menemukan senyuman. Tak ada hal yang benar-benar buruk.
Kenangan buruk dalam hidup saya hanya sedikit. Kenangan indah
juga tak banyak. Bukan karena tak pernah terjadi apapun dalam hidup saya, tetapi
karena sudah terlalu banyak peristiwa yang datang dan pergi silih berganti,
terlalu sering berpindah-pindah tempat tinggal, dan terlalu sering beradaptasi
dengan segala hal baru, sehingga saya tidak punya cukup ruang untuk mengenang masa lalu.
Jika masa lalu dianalogikan sebagai suatu kepastian, maka masa depan
adalah suatu harapan. Untuk apa kita mengungkit hal-hal yang sudah pasti. Bukankah
lebih baik membangun langkah-langkah untuk menjemput harapan?
Menghapus kenangan buruk adalah cara saya bertahan hidup. Saya
tidak suka jiwa dan raga saya menderita hanya karena satu dua hal yang terlewat
dan tak bisa saya nikmati layaknya keinginan saya. Yang lalu biarlah berlalu. Begitulah
adanya.
Seandainya orang di masa depan saya adalah dia yang dulu
pernah bersama saya, menyakiti saya, dan mencampakkan saya. Tidak apa-apa. Ini takdir,
namanya. Saya tidak akan mengungkit apa yang pernah terjadi, toh itu hanya batu
loncatan menuju jalan takdir.
Atau, seandainya saya bertemu orang yang benar-benar baik
dan selalu tulus kepada saya sampai akhir hayatnya, sementara saya berbeda jauh
dengannya. Mudah-mudahan orang itu mau menerima saya apa adanya.
Saya tidak ingin membuang sedikitpun momen dihadapan saya. Bukan
karena saya terlalu tangguh untuk sebuah kemungkinan buruk. Tapi karena saya
butuh menempa mental sekuat baja supaya saya terlatih dengan derita.
No comments:
Post a Comment