Halimahdaily.com - Saat remaja, aku pernah jatuh cinta pada seorang anak baik-baik, dari keluarga baik-baik. Dia selalu manis, tak pernah terlihat berbuat satu kesalahanpun. Dia mengagumkan.
Semakin hari, dia bersinar semakin terang. Wajahnya indah,
dan semakin indah. Cahanyanya berkilauan hingga semua orang melihatnya. Semua
gadis mengelilinginya, semakin sulit untuk menjadi yang terdekat darinya. Aku
menjauh pada akhirnya.
Dulu kuberpikir, seandainya dia tidak begitu indah, pastilah
aku tidak sulit mendekatinya. Aku lebih berharap dia tidak terlahir dengan
wajah sempurna. Agar setara denganku yang memiliki wajah biasa-biasa saja.
Beranjak dewasa, aku melihatnya terus dikelilingi wanita.
Dia tersenyum saat melihatku, sorot matanya menyiratkan dia merinduiku. Namun
tak kudengar sepatah rindupun dari bibirnya. Dia tertahan untuk bicara karena
sesuatu. Kurasa semua itu karena wajahku.
Seorang temannya datang memberiku kartu ucapan, disana
tertulis gambar senyum dan sebuah gambar bunga. Tertulis nama pengirimnya
adalah dia. Teman remajaku yang manis.
Aku tidak tahu entah apa artinya. Sulit bagiku memahami symbol
tanpa kata-kata. Jadinya kubiarkan saja tanpa jawaban. Aku tak tahu harus
menjawab apa.
Suatu hari, kudengar dia berpacaran dengan teman dekatku.
Orang yang agak mirip parasnya denganku. Hanya saja dia lebih putih dan lebih
tinggi. Dan juga dia anak dari keluarga terhormat. Jauh berbeda dengan diriku.
Saat itu, aku merasa sedih dan tak rela. Tapi mau bagaimana,
dia telah jatuh cinta.
Dalam diam, aku tak surut menyukainya. Melihat semua
gerak-geriknya dari jauh. Kenyataan bahwa dia punya pacar, tidak menyurutkan
rasa suka-ku kepadanya. Aku tetap menyukainya.
Sampai akhirnya, kudengar dia sakit parah dan harus dirawat
diluar kota. Hatiku tersayat-sayat dan tak kuasa menahan tangis. Setiap hari
hanya bisa memandang bangku kosong yang selalu dia tempati. Kelas yang ramai,
terasa sepi.
Kabar duka datang dari orangtuanya. Katanya dia telah pergi
untuk selamanya. Kabar itu lebih menyedihkan ketimbang mendengar dia berpacaran
dengan orang lain.
Ibunya datang kepadaku, memberiku satu kartu ucapan yang
dititipkannya. Sebuah gambar kartun laki-laki tersenyum seperti yang pernah dia
kirimkan sebelumnya. Tanpa kata-kata. Aku tak mampu menahan tangis yang pecah
begitu saja. Didepan ibunya yang juga menangis memelukku.
Jika dia menyukaiku, kenapa sampai akhir dia diam membisu. Bahkan
dia tak mampu mengatakan apapun padaku. Apa salahnya berkata jujur?
Sulitkah berkata “aku menyukai mu”. Hanya tiga kata saja. Sulitkah
dikatakan?
Bertahun lamanya aku masih tak percaya bahwa dia telah
tiada. Setiap malam aku selalu bermimpi bersamanya. Didalam mimpiku, kami masih
remaja muda yang bahagia. Kami tak pernah menua.
Ada yang tertinggal dari perjalanan waktu yang semakin hari
semakin menjauh. Kamilah yang tertinggal itu. Kami masih ditempat yang sama,
masih remaja, dan masih begitu polosnya.
Bagiku, dia tidak pernah pergi kemanapun. Dia selalu ada
setiap kali kurindu. Dia masih manis sebagaimana dulu. Dia masih temanku yang
begitu baik.
Didalam mimpi, kami banyak berbicara dan tertawa. Kami
selalu ceria. Tak ada kata cinta, dan tak pernah ada keinginan untuk
mengatakannya. Rasanya terlalu indah pertemanan itu. Tak perlu kata cintapun,
kami sudah saling tahu.
Banyak yang baca :
Jangan Merasa Bosan Saat Sendirian [Cuplikan Oh My Geum-bi Eps 13]
Banyak yang baca :
Jangan Merasa Bosan Saat Sendirian [Cuplikan Oh My Geum-bi Eps 13]
No comments:
Post a Comment