Halimahdaily.com -Saya pernah merasa takut ditinggalkan, takut sendirian, takut dilupakan oleh seorang manusia yang kepadanya kusematkan seluruh cinta dengan polosnya. Padahal dia pun bukan siapa-siapa. Dia bahkan bisa dikatakan masih mencari jati diri, masih kesana-kemari mencari motivasi untuk bertahan hidup dalam dunia fana ini.
Datang gadis lemah ini tiba-tiba menyandarkan hidup padanya.
Seolah-olah dia super hero yang akan jadi pahlawan kapan pun dan dimanapun.
Pada kenyataannya, sang super hero hanya menjadi pahlawan sesaat. Yang datang
menolong untuk bersenang-senang. Ketika dia bosan, dia membiarkan gadis ini
kesusahan. Dia sama sekali tak merasa harus menolong, sebab gadis ini bukan
siapa-siapanya.
Lagian, gadis ini minta tolong terus-terusan tanpa memberi
apa-apa. Memang ada yang geratisan di dunia ini?
Begitulah manusia. Selalu ingin dibantu, ingin ditemani,
ingin ada tempat bersandar, ingin menjadi orang pertama yang diingat. Dan
lain-lain sebagainya. Padahal, kalau minta dibantu terus-terusan sama manusia,
yang diminta tolong bisa jadi merasa kesal dan keberatan.
Itulah yang terlambat disadari oleh gadis lemah ini. Dia
baru sadar saat kecewanya sudah menggunung, dia baru sadar ketika ditinggal
sendirian tanpa kata-kata apapun yang bisa dipegangnya sebagai jaminan bahwa
mereka akan berjumpa di masadepan atau dipelaminan. Tidak ada kata-kata seperti
itu. Dia merasa dicampakkan seolah sampah yang tiada berarti. Kasihan sekali.
Gadis itu adalah saya. Mengingat bagaimana saya dulu, ketika
tidak kuasa menahan cinta. Rasanya konyol dan bodoh sekali. Tapi bagaimana
lagi, saya sudah terlanjur begitu. Apapun yang saya lakukan sekarang, tidak
merubah fakta bahwa cinta yang saya miliki pernah bermetamorfosis menjadi
nafsu.
Sekarang baru saya sadari, betapa egoisnya diri. Mengotori
cinta yang sebelumnya suci, semakin lama semakin lupa diri.
Bersyukur sekali, jerat itu telah lepas. Patah hati membuat
saya belajar banyak hal. Termasuk belajar untuk meluruskan hati. Jangan-jangan
cinta saya menjadi murahan seperti itu karena keliru menafsirkan arti cinta.
Karena saya lupa cinta yang suci harusnya seperti apa. Dan karena saya jauh
dari yang maha memiliki cinta.
Kalau dipikir-pikir. Apa yang dia berikan selain rasa sedih
dan rasa sesal? Apakah lebih banyak dia membuatku tersenyum atau menangis?
Jawabannya jelas. Cintaku ternyata semu. Bahagiaku cuma
sesaat. Sisanya hanya rengekan, tangisan, dan bujukan. ‘tolong tetaplah
bersamaku’. Padahal orang yang dimohon sudah tidak mau.
Sekarang sudah tidak kecewa lagi. Ditinggal pergi oleh orang
yang belum hallal menjadi pendamping rasanya tidak terlalu sakit.
Saya membayangngkan seandainya dia telah menjadi suami saya,
lantas dia meninggalkan saya dan tidak mau bertanggung jawab untuk membesarkan
anak-anak saya. Dia menghilang tanpa jejak.
Daripada begitu, mendingan saya
kehilangan dia saat ini. Saat belum terlalu jauh saya mencintainya.
Akhirnya, kini saya hanya berterimakasih kepada-Nya.
Terimakasih sebesar-besarnya. Beruntung sekali saya ini. Beruntung sekali bisa
terlepas deri jerat cinta yang membahayakan diri. Saya hanya kehilangan kekasih
semu. Apa ruginya?
Justru saya beruntung sebab rasa kehilangan ini mengajarkan
saya untuk dekat dengan kekasih abadi. Semoga saya tidak ditinggalkan oleh-Nya.
Jika ditinggalkan, maka celakalah saya selamanya.
No comments:
Post a Comment