Ilustrasi copyright MBC |
Halimahdaily.com - Hal terburuk yang pernah saya lakukan terhadap diri saya sendiri adalah ketika saya merasa diri sudah baik, padahal nyatanya saya tertipu. Ketika saya ‘ditegur’ oleh-Nya, barulah saya terhenyak. Oh, ternyata saya ini tidak ada baik-baiknya. Yang ada hanya kesalahan dan kesalahan.
Berawal dari hidup sebagai perantau yang mengharuskan saya
untuk bertemu banyak situasi dan banyak orang. Saya ditempa untuk mandiri dan
berani mengambil resiko.
Saya juga terbiasa menjadikan diri saya sebagai orang
yang mampu melakukan apapun dan bisa bertahan dalam tekanan hidup seberat
apapun. Itulah sebabnya saya pernah berkerja dimana-mana, tidak perduli apa
pekerjaannya, yang penting hallal. Soal capeknya, jangan Tanya. Pokoknya saya
bisa.
Jadinya, saya terbentuk menjadi pribadi ‘strong’ sebagaimana
yang selalu saya bangga-banggakan. Saya selalu menyebut diri saya sebagai ‘yang
terbaik’. Tentu saja sebutan ini hanya saya dan diri saya yang tahu. Karena ini
adalah penghargaan yang diberikan oleh saya kepada diri saya sendiri.
Suatu hari, saya bertemu dengan sosok boss ‘yang tidak
pernah salah’. Dia merasa diri paling benar. Apa-apa disalahkan karyawannya.
Sebenarnya bukan ini yang ingin saya ceritakan. Membicarakan sifat boss ini
tidak penting sama sekali. Yang ingin saya katakana adalah, saya menjadi sadar
bahwa saya punya sifat yang sama seperti boss ini setelah saya bertemu
dengannya. Dan saya ingin berubah berkat dia.
Saya perhatikan betul apa yang dilakukan boss saya ini.
Semua yang dilakukannya adalah demi kepentingan diri sendiri. Dia tidak
berpikir orang lain sudah melakukan apa untuknya. Egois, begitulah saya
menilainya. Inilah satu sisi buruk yang saya tidak suka—yang ternyata sifat ini
juga ada pada diri saya—setelahnya membuat saya berupaya keras untuk tidak
merasa diri paling baik.
Saya bersyukur sekali jika bertemu dengan orang-orang aneh,
apalagi kalau sempat ‘bermasalah’ dengan mereka. Itu membuat saya bercermin dan
menyadari betapa diri saya juga sebenarnya aneh.
Selama ini saya selalu merasa bahwa diri saya baik.
Saya sopan, santun, dan rajin. Saya punya etos kerja yang bagus dan dapat
diandalkan. Selalu menjadi karyawan terbaik dimanapun saya bekerja adalah
penghargaan yang meningkatkan rasa percaya-diri saya, dan membuat saya terlupa
bahwa semua kebaikan itu belum ada apa-apanya.
Justru ketika saya merasa sudah baik, saya malah bermasalah
dengan banyak orang. Saya kurang cocok dengan cara kerja orang lain, sebab
merasa diri paling baik. Saya jadi kebal terhadap saran orang lain, sebab saya
yakin apa yang saya lakukan adalah yang terbaik.
Betapa sombongnya saya, kalau saya tidak bertemu dengan boss
yang dikirimkan oleh-Nya dalam hidup saya untuk sekedar menyentil hati dan
menegur saya yang alpa untuk intropeksi diri. Kalau tidak, akan jadi seperti apa
nantinya jika saya berada di puncak kesuksesan tapi masih punya sifat ‘merasa
diri sudah baik’ padahal kesalahannya bergunung-gunung, padalah dosanya
dimana-mana.
Sekarang, saat saya merenung. ‘Apa saya sudah baik?’ tidak
ada jawaban selain menggelengkan kepala dan tersenyum mengejek diri sendiri.
No comments:
Post a Comment