Nabi
Isma’il AS. (sekitar 1911-1779 SM) adalah putra Nabi Ibrahim AS.
dari istri keduanya bernama Hajar.Sedangkan istri pertama Nabi Ibrahim yang
bernama Sarah tidak memberikan keturunan dalam waktu yang lama. Sehingga, Sarah
khawatir tidak bisa memiliki keturunan, lalu menikahkan Hajar dengan suaminya,
Ibrahim. Sebelumya siti Hajar adalah budak yang dihadiahkan oleh penguasa mesir
kepada Ibrahim. Kelak sarah dikarunai putera saat Ibrahim telah berusia seratus
tahun lebih. Lahirlah Nabi Ishaq bin Ibrahim, adik tirinya.
Kisah
rumah tangga Ibrahim dengan siti Hajar menurut versi yahudi-kristen sangat jauh
berbeda dari versi islam. Dimana menurut yahudi-kristen siti Hajar diusir dari
rumah oleh Sarah karena cemburu pada istri muda Ibrahim itu yang telah
dikaruniai seorang putra sedangkan ia dalam keadaan mandul. Namum versi islam
menceritakan sosok Sarah yang dikenal sebagai wanita beriman dan salih, tidak
mungin berperilaku sedemikian keji.
Nabi
Ibrahim mengasingkan Siti Hajar jauh dari rumah adalah semata-mata karena
perintah Allah s.w.t. Untuk menguji keimanan Ibrahim, yang kala itu sangat
bahagia telah dikaruniai keturunan. Bukan karena sarah yang mengusirnya.
Allah
s.w.t menjelaskan tentang kemuliaan Sarah dalam Al-Qur’an dan memberikan pujian
kepada kedua istri nabi Ibrahim dalam firmannya :
“Rahmat Allah dan
keberkatan-Nya dicurahkan atas kamu, hai ahlulbait! Sesungguhnya Allah Maha
Terpuji dan maha Pemurah.” (Qs. Hud : 73)
Allh
saja memuliakan kedua wanita suci tersebut dengan mencurahkan rahmat dan
berkat-Nya. Bagaimana mungkin manusia malah berprasangka buruk terhadap
istri-istri Nabi?
Sungguh
keji rasanya apabila kita percaya pada dongeng israiliyat yang mengatakan betapa bengisnya sosok ibunda Sarah.
Mungkin
rasa kaget yang dirasakan Sarah bahkan lebih besar daripada yang dirasakan oleh Hajar. Ketika
Ibrahim menyuruh Hajar dan putranya yang masih berumur dua tahun itu pergi
bersamanya. “Engkau hendak pergi kemana hai Ibrahim?” mungkin justru sarah yang
melontarkan pertanyaan itu kepada Ibrahim daripada Hajar. Namun karena Ibrahim
diam saja, maka kedua istrinyapun diam[1].
Putera yang dinantikan
Isma’il
dilahirkan sekitar tahun 1911 SM, di Palestina. Namun, saat usianya masih
balita, Ibrahim membawa Hajar dan Isma’il kecil pindah (atas perintah Allah)
kesebuah tempat didekat Bait Allah, yakni Mekkah.
Sebelumnya,
kita simak kisah penantian Ibrahim yang penulis ambil dari berbagai sumber.
Inilah kisah kelahiran Nabi Isma’il alaihissalam:
Dalam
penantian panjangnya. Ibrahim tak berputusasa untuk memanjatkan do’a kepada
Allah. Dzat yang diyakininya Maha mengabulkan do’a.
“Ya Tuhanku,
anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh.”
(Qs. Ash-Shaffat ; 100)
Begitu
yakinnya Ibrahim meminta meskipun usianya tidak lagi muda. Saat itu usianya
sudah delapan puluh tahun lebih. Namun Ibrahim yakin dan percaya Allah akan
mengabulkan do’anya. Ibrahim adalah sosok yang optimis dalam berdo’a. tak ada
keraguan sedikitpun didadanya, usia senja tak menjadikannya surut dalam meminta
keturunan. Sebab, ia tahu bahwa risalah ilahiyah harus diwariskan. Maka pada
siapakah misi kenabiannya akan diwariskan jika ia sendiri tak mempunyai
keturunan?
sehingga
Allah menjawab do’anya itu. Diberikan kabar gembira bagi Ibrahim dengan
kehadiran putera yang selama ini didambakannya. Dalam al-Qur’an allah berfirman
:
”maka kami beri dia
kabar gembira dengan seorang anak yang sangat sabar.” (Qs. Ash-Shaffat :101)
Anak
yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah Isma’il, bukan Ishak. Dalam kitab Bani
Israil dikisahkan bahwa Isma’il dilahirkan ketika Ibrahim berusia 86 tahun,
sedangkan Ishak dilahirkan ketika Ibrahim berusia seratus tahun lebih. Dengan
demikian Isma’il adalah anak Ibrahim yang paling tua, yang disembelih.[2]
Ibrahim,
dengan usianya yang sudah sangat tua (ada yang mengatakan saat itu usianya 86
tahun, da nada juga yang mengatakan usianya sudah 99 tahun) sangat gembira atas
kelahiran putra pertamanya itu. Kelahiran putera pertama pada usia setua itu
tentu merupakan penantian yang sangat panjang. Sehingga diberi nama anak itu
isma’il yang artinya “Allah telah mendengar” sebagai ungkapan syukur. Seakan
Ibrahim tengah mengatakan “Allah mendengar do’aku”.
Isma’il
benar-benar anugerah terindah bagi Ibrahim kala itu. Sehingga kelak Allah
mengujinya dengan menggunakan Isma’il sebagai bukti kecintaan Ibrahim
kepada-Nya. Dengan keimanan dan kesalinannya, Ibrahim menuruti perintah Allah.
Cinta
Ibrahim kepada Isma’il lebih besar, lebih lembut, dan lebih agung daripada cinta
para ayah kepada anakknya melebihi kapanpun. Meskipun demikian, Ibrahim
tetaplah hamba Allah yang senantiasa berserah diri kepada-Nya. Sebesar apapun
cintanya kepada Isma’il, tentulah tidak mengalahkan cintanya kepada Ilahi.
Lembah tandus itu
adalah makkah
Setelah
kabar gembira kelahiran putera pertamanya, tak lama kemudian Allah memisahkan
ayah dan anak tersebut. Allah memerintahkan Ibrahim membawa pergi Hajar
berserta putrera kesayangannya itu ke suatu tempat yang Ibrahim sendiri tidak
pernah membayangkannya. Sebuah lembah tandus, tak berpenghuni, tak ada
kehidupan didalamnya. Tak ada sesiapa yang dapat diandalkan Siti Hajar untuk
meminta pertolongan kecuali Allah semata.
Dalam
usianya yang masih sangat balita, sekitar dua tahun. Isma’il telah di tempah
oleh Allah untuk menjadi insan pilihan-Nya dengan memisahkannya dari ayah yang
sangat mencintainya, di lembah sunyi nan tandus tak bertuan, kelak disanalah
Isma’il tumbuh menjadi remaja yang sabar dan tawaqal. Dan disanalah Nabi
Isma’il hidup dan menyebarkan Risalah Ilahiyah kepada penduduk Makkah hingga
menjelang wafatnya.
Tibalah
mereka dilembah tandus. Tempat itu adalah tanah haram Allah, yakni mekkah. Pada
saat itu masih merupakan lahan yang tandus. Tak seorangpun pernah tinggal
disana. Memikirkannya saja pun tidak. Disana tidak ada sumber air, tidak ada
pohon yang tumbuh. Oleh karena itu tak tampak ada burung yang terbang didaerah
tersebut. Bahkan semut pun tak ada.
Hajar
memegang erat-erat pakaian Ibrahim a.s tatkala beliau hendak meninggalkan
dirinya dan puteranya, seraya bertanya-tanya.
“Ibrahim,
kemana engkau akan meninggalkan kami dilembah yang tak berpenghuni ini, dimana
tidak ada seorangpun teman atau apapun juga?”
“Ibrahim
kemana engkau akan meninggalkan kami?”
“Ibrahim
kemaana engkau akan pergi?”
Hajar
berulangkali mengucapkannya namun Ibrahim hanya diam membisu. Ibrahim tetap
berjalan tanpa melihat kebelakang dan menghiraukan pertanyaan Hajar. Sebagai manusia
biasa, Ibrahim tentu merasakan sedih yang teramat sagat. Meninggalkan isteri
berserta anak tercinta yang masih bayi dilembah tandus tak berpenghuni tentulah
merupakan ujian yang sagat berat baginya.
Setelah
Ibrahim berjalan agak jauh dan tidak sekalipun menjawab pertanyaannya, Hajar
mulai gusar. Untuk itu, Hajar mengajukan pertanyaan pamungkasnya agar hilang
kecemasannya.
“Apakah
Allah memerintahkanmu berbuat demikian?”
Setelah
mendengar pertanyaan ini, Ibrahim berhenti dan mengiyakan pertanyaan tersebut.
Bahwa Allahlah yang memerintahkannya meninggalkan Hajar dan Isma’il di lembah
ini.
Mendengar
jawaban tersebut. Hajar hanya punya satu pertanyaan tambahan.
“Wahai
Ibrahim, kepada siapa engkau meninggalkan kami?”
“Aku
menitipkanmu pada perlindungan Allah” jawab Ibrahim.
Tuntaslah
sudah. Kini semuanya telah jelas bagi Hajar. Dua jawaban itu cukup mewakili
untuk menjawab segala pertanyaan-pertanyaan tak terjawab yang sebelumnya
memenuhi benaknya. Dengan keimanan dan kepatuhan Hajar yang teguh kepada Allah,
Hajar memberikan jawaban terahir sekaligus salam perpisahan.
“Aku
ridha bersama Allah” ucapnya lirih. Bersamaan dengan itu,sirna sudah segala
kekhawatiran dan kengerian yang membayanginya. Sekeliling lembah tandus itu tak
lagi mengerikan apabila Allah yang menjaganya.
Lalu
Ibrahim terus berjalan menjauh dari makkah. Sementara Hajar dan Isma’il
tertinggal jauh dibelakang. Ketika Ibrahim telah sangat jauh, ia berbalik
kebelakang menghadap kearah mekkah lalu mendo’akan keluarga kecilnya yang ia
tinggalkan disana. Dalam do’anya ia berkata,
“Ya tuhan kami
sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku dilembah yang tak
mempunyai tanam-tanaman didekat rumah engkau (baitullah) yang dihormati. Ya
tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah
hati sebahagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari
buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur” (Qs. Ibrahim : 37)
Ibrahim
menitipkan Hajar dan Isma’il kepada Allah, maka ia harus tawakal pada
ketentuannya. Sungguah Allah maha tahu apa hikmah dari pengasingan tersebut. Dan
Ibrahim tidak banyak bertanya, ia hanya patuh pada perintah-Nya. Begitulah
seharusnya orang-orang salih. Memiliki kepatuhan yang totalitas kepada Allah.
Walaupun tidak tahu apa hikmah dibalik perintah tersebut.
Perpisahan
yang memilukan itu ternyata bukan awal dari ujian Allah terhadap hambanya yang
saleh dan selalu patuh pada perintahnya itu, Ibrahim. Sebelum ini, Allah telah
banyak menguji Ibrahim dengan ujian-ujian yang berat. Dan selalu terbukti bahwa
Ibrahim itu saleh dan bijak. Ibrahim diuji di Ur, ketika ia berhadapan dengan
Naram-Sin dan api panas. Ibrahim di uji di Haran, ketika ia harus meninggalkan
ayahnya. Ibrahim pernah diuji di mesir, ketika Fir’aun terpikat oleh kecantikan
sarah dan mengambilnya dari Ibrahim, dan Ibrahim diuji lagi oleh Allah di
Palestina, ketika Ibrahim membangun altar bagi Allah yang sebenarnya
diperuntukkan bagi dewa-dewa kanaan.[3]
Kemudian
diuji kembali dengan ujian yang paling berat diantara ujian-ujian tersebut
barangkali, Allah perintahkan Ibrahim meninggalkan putera beserta isterinya di
sebuah tempat yang sama sekali asing baginya.
Perjuangan Hajar
mencari air
Ibrahim
meninggalkan Hajar dengan sedikit bekal. Sebungkus kurma dan sekantong air
pemberian Ibrahim tidaklah cukup untuk bekal mereka. Sementara Hajar harus
menyusui Isma’il kecil yang berusia sekitar dua tahun. Ibu dan anak itu
dehiderasi karena suhu mekkah sangat panas. Dalam keadaan seperti itu,
perbekalan Siti Hajar tak bertahan lama.
Akhirnya
air pun habis, dan tak lama kemudian kemampuan hajar untuk menyusui Isma’il pun
menurun. Kita tidak tahu seberapa lama Hajar bertahan tanpa air, ataupun berapa
lama air susunya habis. Tapi, air susunya sudah habis sehingga Isma’il menjadi
rewel karena lapar dan haus.[4]
Naluri
keibuan Hajar memaksanya untuk melakukan
sesuatu. Dilihatnya Isma’il yang semakin lemah karena tak bisa menyesap air
susu, ditambah lagi keadaannya yang menyedihkan. Tanpa air dan bekal makanan
yang tersisa. Kini Hajar tahu harus berbuat apa. Segera ia bergerak menuju bukit
di kejauhan, dengan harapan ia akan menemukan kafilah yang sedang lewat atau
sumber air. Maka ditinggalkannya Isma’il untuk sementara. Sekalipun ia telah tawakkal sepenuhnya kepada
allah. Tapi Hajar bukanlah tipe orang yang berputus asa. Ia berikhtiar untuk
mencari pertolongan.
Dicarinya
bantuan kesana-kemari meski ia dalam keadaan lemah. Sesekali ia berlari dan
sesekali ia berjalan tertatih-tatih. Tujuannya adalah bukit safa. Dengan
terhuyung-huyung ia mendaki bukit tersebut. Dengan harapan dari atas bukit ia
akan menemukan rombongan kafilah yang lewat. Namun setelah diedarkan
pandangannya kesegala arah. Ia tak menemukan satu orangpun yang lewat.
Setelah
puas memastikan tidak ada orang. Hajar kembali menuruni bukit, dengan perasaan
harap-harap cemas, Hajar berlari penuh semangat menuju tempat Ismai’l. Sesampainya
di lembah, Hajar tidak surut semangatnya untuk terus mencari bantuan. Ia
mengurungkan niatnya untuk duduk bersama Isma’il. Hajar melanjutkan
pencariannya, melewati lembah menuju bukit yang satunya lagi, yaitu bukit
Marwa. Yang berjarak sekitar 490 Yard (sekitar 450 meter) dari bukit Safa.
Sama
seperti di bukit sebelumnya. Hajar mendaki puncak bukit dengan sisa-sisa
tenanga yang ia miliki. Sesampainya disana, ia kembali mengedarkan pandangan.
Berharap ada orang yang lewat. Lagi-lagi hasilnya nihil. Hajar pun turun tanpa
hasil dan kembali menuju lembah, tempat ia dan Isma’il tinggal. Hajar tiba-tiba
memiliki semangat yang besar. Ia mampu berlari. Padahal sebelumnya ia tidak
mampu berlari lama.
Kini
ia semakin dekat dengan bukit Safa, kembali ia memopa semangatnya untuk
mendaki. Setelah sampai kepuncak. Hajar hanya mendapati lembah yang tandus dan
hampa sejauh mata memandang. Tak ada tanda-tanda kehidupan.[5]Dalam
riwayat lain. Hajar melihat fatamorgana dari atas bukit. Ia melihat seolah-olah
ada genangan air diantara Safa dan Marwa.
Hajar
kembali menuruni permukaan miring bukit Safa yang berbatu licin. Sesampainya
dikaki bukit, Hajar kembali mendapat semangat untuk berlari menuju Marwa. Hal
ini terus berulang. Hingga tujuh kali Hajar bolak-balik antara Safa dan Marwa.
Mukjizat air Zam-zam
Pertolongan
Allah terkadang datang dipenghujung kesabaran, pernah dengar? Begitulah yang
terjadi kepaada Hajar. Setelah berusaha keras mencari pertolongan bahkan harus
menempuh perjalanan yang sangat jauh di bawah terik
matahari yang menyengat. Tentu kesabaran Hajar sangat besar, hingga
keyakinannya tak surut bahwa Allah akan berikan pertolongan berkat usahanya.
Tentu saja Allah akan memberikan pertolongan pada manusia salih dan tawakal
seperti dirinya.
Ternyata
sumber air yang dicari-cari Hajar diantara bukit Safa dan Marwa sama sekali
tidak ada disana. Malahan sangat dekat. Mata air tersebut malah memancar dari
tanah di bawah kali Isma’il. Ada riwayat yang mengatakan air Zam-zam keluar
dari bekas kentakan kaki Isma’il. Ada juga yang mengatakan bahwa air zam-zam
keluar dari galian yang dibuat oleh malaikat jibril. Wallahu’alam bissawab.
Ketika
mata air memancar dari tanah. Hajar membuat bendungan dengan berseru “Zam..
Zam” yang dalam bahasa Arab artinya “berkumpillah!”. Sampai saat ini air itu bernama
Zam-zam.
Mukjizat
Zam-zam sangat luarbiasa. Pertama-tama ia muncul tiba-tiba dari tanah dan
mengalir tak henti-hentinya. Kedua, Hajar cepat pulih dan kembali bugar. Ketiga,
air susu Hajar kembali dengan cepat. Isma’il berhasil selamat dari kematian.[6]
Kedatangan kabillah
Juhrum
Lama
setelah mukjizat air Zam-zam dapat membuat kehiduapan lembah tandus itu menjadi
lebih baik. Keadaan disana sudah jauh berbeda dari sebelumnya. Hajar mampu
mengumpulkan banyak makan dan membuat sejenis tempat bernaung seperti pelepah
dedaunan yang dibuat untuk tempat tinggal dia dan Isma’il.
Dengan
persediaan air yang melimpah dan makanan dari buah kurma, mereka dapat bertahan
hidup di mekkah selama beberapa waktu meskipun tanpa ada orang lain yang
mengunjungi mereka. Sampai suatu ketika
mereka kedatangan kabilah juhrum yang melintas di daerah tersebut.
Orang
dari kabillah tersebut melihat ada seekor burung yang terbang berputar-putar .
mereka merasa heran mengingat tempat tersebut sangat tandus dan tidak mungkin
ada sumber air. Lalu mereka bergegas mendekat kearah burung terbang tersebut
dan menemukan sekelompok burung yang sedang terbang mengelilingi air Zam-zam.
Disana
ada Hajar sedang duduk didekat sumur Zam-zam. Setelah mereka menyadari bahwa
air zam-zam itu sangat melimpah, kabilah juhrum mendekati Hajar dengan takzim,
dan mereka meminta izin untuk tinggal di mekkah.
Hajar
setuju dan mengizinkan mereka untuk tinggal disana. Tapi ia juga mengatakan
bahwa kabilah juhrum harus mengakui kepemilikannya dan Isma’il atas sumur itu
dan persediaan airnya. Mereka menuruti permintaan Hajar dan segera kembali ke
selatan untuk menjemput keluarga dan kerabat mereka. Tak lama kemudian, lembah
tak berpenghuni itu mendadak ramai.
Tentu
Hajar merasa senang atas kehadiran mereka. Karena selama ini ia hanya tinggal berdua
saja dengan putranya yang masih bayi. Betapa kesepiannya ia selama ini. Isma’il
tumbuh menjadi remaja ditengah-tengah orang Juhrum.
Isma’il
belajar bahasa Araab dari suku Juhrum. Dalam mendidik Isma’il, Hajar memainkan
dua peran sekaligus. Peran sebagai ibu dan peran sebagai ayah. Isma’il tumbuh
menjadi remaja yang beakhlak mulia. Berkat pendidikan yang baik dari Hajar.
Dalam
sebuah hadis sahih dikatakan bahwa orang pertama yang mengucapkan bahasa Arab
dengan dialek yang fasih adalah Isma’il.
Sa’id
bin Yahya Al Umawi menceritakan, Ali bin Mughirah memberi tahu kami, Abu
Ubaidah memberi tahu kami, dari Muhammad bin Ali bin Al-Husain, dari orang
tuanya, dari nabi sallallahu’alaihi wa sallam, bahwa beliau pernah bersabda :
“yang pertamakali
lidahnya kental dengan bahasa Arab yang sangat jelas adalah Isma’il, yaitu
ketika ia berusia empat belas tahun”. Kemudian
Yunus berkata kepadanya, “Engkau benar, hai abu Sayar. Demikian Abu
Jara memberitahuku”
Kunjungan pertama
Ibrahim
Sampai
sekitar sebelas atau duabelas tahun kemudian, barulah Ibrahim datang kembali
mengunjungi Hajar dan Isma’il. Saat itu Ismai’il berusia empat belas tahun.
Sungguh luar biasa rindunya ibrahim kepada Putera kesayangannya.
Ketika
Ibrahim tiba di Mekkah, ia terkejut melihat perubahan tempat itu. Dua belas
tahun yang lalu tempat itu sama sekali berbeda dari yang dilihatnya saat ini.
Dulu, lembah itu sangat sunyi dan tandus. Tapi sekarang sudah berubah menjadi
tempat yang sejuk, ditumbuhi tanama-tanaman yang tumbuh berkat sumber air dari
sumur Zam-zam.
Ibrahim
merasa senang ternyata disana sudah banyak terlihat tenda-tenda yang terpencar.
Dan ada beberapa perumahan permanen menghiasi daerah yang dulunya tandus itu.
Kebahagiaan
Ibrahim semakin bertambah-tambah. Tidak saja ia bahagia karena berjumpa
puteranya, ia juga merasa amat bahagia mendapati kehidupan Hajar dan Isma’il
dilimapakhan rejeki yang sedemikian besar oleh Allah. Ia kini merasa lega
luarbiasa. Ada banyak cerita yang ingin ia sampaikan dan ingin ia dengar dari
keluarga kecilnya itu.
Mimpi Ibrahim
Pada
suatu hari, saat Ibrahim bersama Isma’il—saat itu isma’il telah berusi 14
tahun—pada malam tarwiyah, hari ke-8
bulan dzulhijah, Nabi Ibrahim bermimpi mendengar seruan: “Hai Ibrahim! Penuhilah Nazar (janji) mu!”
Pagi
harinya beliaupun berpikir, apakah mimpi itu dari Allah atau dari setan? Dari
sinilah kemudian tanggal 8 Dzulhijah disebut sebagai hari tarwiyah yang artinya berpikir
atau merenung.
Pada
malam berikutnya, beliau bermimpi sama seperti malam kemarin. Pagi harinya
beliau yakin bahwa mimpinya itu dari Allah s.w.t. dari sinilah hari ke-9
Dzulhijah disebut dengan hari Arafah
artinya mengetahui. Dan waktu itu
Ibrahin kebetulan sedang di tanah Arafah.
Sebelumnya
kisah Qurban ini dilatarbelakangi oleh Nazar (janji) Ibrahim ketika ia
menyembelih qurban fisabillillah berupa 1000 ekor domba, 300 ekor sapi, dan 100
ekor unta. diriwayatkan bahwa Ibrahim membuat banyak orang kagum karenanya.
Bahkan malaikatpun sangat terkesan kepada kesungguhannya dalam berqurban. Bagi
Ibrahim Qurban sejumlah itu belum ada apa-apanya. Maka ia berkata :
”Demi Allah! Seandainya
aku memiliki anak laki-laki pasti akan aku sembelih karena Allah dan aku
kurbankan kepada-Nya”
Sehingga kelak Allah
menagih janji Ibrahim dengan mengurbankan putera hasil perkawinannya dengan
Hajar. Yang saat itu merupakan putera tunggalnya. Karena Ishak (putera dari
Sarah) belum lahir.
Pada
mimpi yang ketiga, Ibrahim medengar seruan
“sesungguhnya Allah memerintahkanmu agar engkau menyembelih puteramu Isma’il”
beliau terbangun seketika. Dengan perasaan yang sulit dimengerti, ia merangkul
Isma’il sambil menangis sampai pagi.
Pagi
harinya beliau menemui Hajar dan menyuruh isterinya itu mendandani Ismail
dengan pakaian terbaiknya.
“Dandaniah
puteramu dengn pakaian yang paling baagus, sebab dia akan kuajak untuk bertamu
kepada Allah”
Hajar pun melaksanakan titah sang suami.
Didandaninya Isma’il dangan pakaian terbaik, diminyaki rambutnya dan disisir
rapi.
Kemudian
Ibrahim membawa Isma’il ke suatu lembah di daerah Mina dengan membawa
perlengkapan untuk menyembelih qurban. Yaitu sebilah pedang dan tali.
Pada
saat itu Iblis sibuk luar biasa. Sebelumnya mereka tidak pernah sesibuk ini.
Iblis ingin menggoda agar pengurbanan itu tidak jadi di laksanakan.
“Hai
Ibrahim! Tidakkah kau perhatikan anakmu yang tampan dan lucu itu?” Goda sang
Iblis terkutuk.
“Benar,
namun aku diperintahkan untuk itu (menyembelihnya)” Jawab Ibrahim.
Iblis
gagal membukuk ayahnya, lalu beralih kepada ibunda Hajar. “Mengapa kau hanya
duduk-duduk tenang saja padahal suamimu
membawa anakmu untuk disembelih!” Goda iblis
“Kau
jangan berdusta padaku! Manamungkin seorang ayah membunuh anaknya?” Jawab
ibunda Hajar.
“Mengapa
ia membawa tali dan pedang?” Pancing Iblis.
“Atas
dasar apa seorang ia membunuh anaknya?” Jawab Hajar balik bertanya.
“Ibrahim
menyangka Allah memerintahkannya untuk itu”
“Seorang
Nabi tidak akan ditugasi untuk berbuat kebatilan. Seandainya itu benar, nyawaku
sendiripun siap dikorbankan demi tugasnya yang mulia ini, apalagi hanya dengan
mengorbankan nyawa anakku.hal itu belum berarti apa-apa!” Tegas Hajar.
Sertamerta
Iblis meninggalkan Hajar dan beralih ke Isma’il. Ia menggoda Isma’il dengan
berkata; “Hai Ismai’il mengapa kau hanya bermain-main dan bersenang-senang saja
padahal ayahmmu mengajakmu kesini untuk menyembelihmu. Lihat ia membawa tali
dan sebilah pedang.”
“Kau dusta”
Jawab Ismail. “Memangnya kenapa ayah harus menyeembelihku?
“Ayahmu
menyangka bahwa allah yang memerintahkanya” Kata Iblis meyakinkan nya
“Demi
perintah Allah! Aku siap mendengar,patuh dan melaksanakan dengan sepenuh jiwa
ragaku” Balas Isma’il mantap.
Ketika
Iblis hendak merayu dan menggodanya dengan kata-kata lain, Isma’il memungut
sejumlah kerikil di tanah, dan langsung melemparkan kea rah Iblis hingga buta
lah mata sebelah kiri. Maka Iblispun pergi dengan tangan hampa. Dari sinilah
kemudian dikenal untuk melempar kerikil (jumrah) dalam ibadah Haji.
Pengurbanan Isma’il
Sesampainya
di Mina,barulah Nabi Ibrahim berterus terang kepada putranya, ia menceritakan
perihal mimpinya itu kepada Isma’il.
“wahai anakku,
sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah
pa pendapatmu!” isma’il menjawab “wahai ayahku kerjakanlah apa yang
diperintahkan kepadamu, insyaallah kau akan mendapatiku termasuk orang-orang
yang sabar” (Qs. Ash-Shaffat 102)
Mendengar
jawabn Isma’il, Ibrahim merasa lega. Beliau langsung bertahmid
sebanyak-banyaknya.
Ibrahim
merasa bangga mendapati puteranya yang patuh kepada perintah Allah. Sekaligus
ia merasa sedih sebab akan melihat putera satu-satunya meninggal ditangannya
sendiri.
Namun,
walau demikian. Keduanya tetap teguh pada keyakinannya dan tak goyah oleh rasa
takut. Hati mereka dipenuhi cinta kepada Allah, maka tidak ada lagi ruang di
dalam hati mereka untuk menghianati perintah Allah.
Ketika
mereka sampai ketempat yang telah ditentukan Allah. Ibrahim mmendirikan Altar
untuk tempat pengurbanan Isma’il.
Setelah
selesai membangun Altar Ibrahim menyuruh Isma’il berbaring diatasnya. Kemudian
menutupi wajaah dan kepala isma’il dengan kain agar Ibrahim tidak iba melihat
wajah anakknya ketika proses penyebelihan itu. Allah telah menyaksikan
keteguhah hati keduanya.
“Tatkala keduanya telah
berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipisnya (nyatalah
kesabaraan keduanya) (Qs. Ash-Shaffat : 103)
Sebelum
eksekusi kurban dilaksanakan, terlebih dahuli Isma’il berpesan kepda ayahnya.
“wahai ayahanda! Ikatlah tanganku agar aku tidak bergerak-gerak serta
merepotkan. Telungkupkanlah wajahku agar tidak terlihat oleh ayah sehingga ayah
menjadi iba. Singsingkanlah lengan baju ayah agar tidak terkena percikan darah
sedikitpun sehingga bias mengurangi pahalaku, dan jika ibu melihatnya tentu
akan turut berduka.”
“tajamkanlahpedang
dan goreskan segera dileherku ini agar lebih mudah dan cepat proses mautnya.
Lalu bawalah pulang bajuku dan berikan
pada ibu agar menjadikenangan baginya. Serta sampaikan salamku untuk ibu dengan
berkata ‘wahai ibu, bersabarlah dalam melaksanakan perintah Allah.’ Terahir,
janganlah ayah mengajak anak-anak lain kerumah ibu sehingga ibu semakin berduka
karena kehilanganku, janganlah pandangi anak-anak itu dengan seksama sehingga
menimbulkan rasa sedih dihati ayah.”
Mendengar
itu nabi Ibrahim terharu dan berkata “ sebaik-baik kawan dalam melaksanakan
perintah Allah adalah kau, wahai puteraku tercinta!”
Kemudian
Nabi Ibrahim menggoreskan pedangnya sekuat tenaga, namun saying sekali, pedang
itu tak mampu melukai leher Isma’il sedikitpun.
Ismai’l
mengira ayahnya tidak tega. Maka ia berkata ‘ wahai ayahanda! Lepaskanlah tali
pengikat tangan dan kakiku ini agar aku tidak diniai terpaksa dalam
melaksanakan perintahnya. Goreskan lagi keleherku agar para malaikat mengetahui
bahwa diriku taat kepada Allah SWT dalam menjalankan perintah-Nya.”
Nabi Ibrahim melepaskan ikatan tangan dan kaki
puteranya, lalu beliau hadapkan wajah isma’il kebumi dan langsung menggoreskan
pedangnya ke leher Isma’il dengan sekuat tenaga. Namun sama seperti sebelumnya.
Pedang itu tak mampu melukai leher Isma’il. Ibrahimpun merasa geram dan heran
kenapa pedang itu selalu terpental. Ia mencoba menguji ketajaman pedang tersebut
dengan membacokknnya pada batu di dekat nya. Kemudian batu itu terbelah menjadi
dua bagian.
Ibrahim
pun berseru “Hai pedang! Kenapa kau sanggup membelah batu tapi kenapa tidak
sanggup menggores daging?”
Atas
izin Allah pedang itu pun menjawab “Hai Ibrahim, kau menyuruhku untuk
menyembelih puteramu, sedangkan Allah melarangku. Jika begitu, kenapa aku harus
menentang perintah Allah?”
Allah
berfirman :
Sesungguhnya
demikianlah kami memberikan balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.
Sesungguhnya ini benar-benar suuatu ujian yang nyata.” (Qs. Ash-Shaffat : 106)
Isma’il
telah menyambut ajakan ayahnya dan berjanji akan bersabar atas ketentyan-Nya,
maka ia pun benar-benar bersabar atasnya. Di dalam Al-Qur’an Allah berfirman :
“ Dan ceritakanlah hai
(Muhammad) kepada mereka kisah Isma’il yang tersebut di dalam Al-Qur’an.
Sesungghnya ia adalah seseorang yang benar janjinya. Dan ia adalah seorang
Rasul dan Nabi. Dan ia menyuruh umatnya untuk mengerjakan shalat dan
mengerjakan zakat. Dan ia adalah orang yang diridhai disisi tuhannya.” (Maryam
54-55)
Maka
Ibrahim mendengar seruan Allah s.w.t :
“Wahai Ibrahim
sesungguhnya kamu telah membenarkan mimipi itu. Sesungguhnya demikianlah kami
memberikan balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini
benar-benar suuatu ujian yang nyata.” (Qs. Ash-Shaffat : 104-106)
Dihadapan
Ibrahim tiba-tiba ada malaikat jibril yang sedang membawa domba yang amat
besar. Lalu ibrahim menukar Isma’il dengan domba tersebut unmtuk di kurbankan.
”Dan kami tebus anak
itu dengan seekor sembelihan yang besar (Qs. Ash-Shaffat : 107)
Kebahagiaan
kembali menyeruak kedalam lubuk hati Ibrahim setelah sebelumnya ia merasakan
sedih akan kehilangan putera sematawayangnya.
Lalu
pada ayat berikutnya Allah berfirman :
“kami abadikan untuk
ibrahim itu (pujian yang baik) dikalangan orang-orang kemudian, (yaitu)
kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim.” (Qs. Ash-Shaffat : 108-109)
Kewajiban berkhitan
Menurut
kitab perjanjian. Setelah peristiwa pengurbanan Isma’il. Allah membuaat
perjajian antara Allah dan Ibrahim. Salah satu perjanjian itu adalah perintah
untuk ber khitan. Nabi Ibrahim segera melaksanakannya. Ia memanggil dua
pembantunya yang menemani Ibrahim pergi ke Makkah. Kemudian ia mengkhitan
ismail, kedua pembantunya, dan dirinya sendiri.[7]
Dari
semua agama di dunia ini, khususnya agama samawi saat ini. Tidak ada yang
benar-benar menjalankan perintah berkhitan kecuali islam. Oleh sebab itu,
Al-ustad Zakir naik dalam debat-debatnya sering mempertanyakan keimanan kaum
Nasrani dan kaum Yahudi yang mengaku taat beragama. “Adakah engkau
berkhitan?kenapa engkau tidak berkhitan sedangkan nabi-nabi kalian berkhitan.
Ibrahim saat menerima perjanjian dari Tuhan segera berkhitan, Isma’il juga
berkhitan, Yesus juga di khitan” begitulah kurang lebih pernyataan ulama
perbandingan agama tersebut. Jadi, berkhitan itu telah diperintahkan kepada
Nabi-nabi setelah Ibrahim menerima perintah berkhitan. Lalu diteruskan oleh
nabi-nabi sesudahnya. Hingga sampailah kepada nabi terakhir. Yaitu Muhammad salallahu alaihi wasallam, dan
dilaksanakan oleh seluruh umat muslim saat ini.
Pernikahan Isma’il
Dari
beberapa riwayat mengatakan bahwa Isma’il telah menikah pada usia muda, yaitu
saat ia berumur empat belas tahun. Al Umawi mengatakan isteri Isma’il yang
pertama bernama Imarah Binti Sa’ad bin Usamah bin Uqail Al Amaliki.
Saat
itu Ibrahim dating ke Mekkah untuk mengunjungi Isma’il, namun Isma’il tidak ada
dirumahnya. Ia sedang bergi berburu. Lalu Ibrahim menemui menantunya dan
bertanya kemana suaminya dan apa pekerjaannya sekarang.
Lalu
sang menantu menceritakan bahwa suaminya sedang berburu, dan kehidupan mereka
sangat sulit. Maka nabi ibrahim berpesan kepada isterinya untuk menyampaikan
salam kepada Ismail sambil berkata “Apabila suamimu dating, sampaikan salam
dariku dan katakan agar ia mengganti palang pintu rumahnya”.Kemudian
Ibrahim kembali ke syam.
Saat
Isma’il pulang kerumah. Ia merasakan ada sesuatu yang aneh, lalu bertanya
kepada isterinya. Lalu isterinya bercerita “ Tadi ada seorang tua dating yang
sifatnya demikian (ia menyebutkan sifat-sifat nabi ibrahim). Ia bertanya
tentang engkau dan aku kabarkan kepdanya. Dan dia juga bertanya tentang
kehidupan kita, lalu aku katakana padanya bahwa kita dalam kesulitan. Kemudian
beliau menitipkan salam untukmu dan mengatakan agar engkau mengganti palang
pintu rumahmu”
Ternyata
isteri Isma’il tidak tahu bahwa yang dia temui barusan adalah mertuanya. Lalu
Isma’il menjawab. “Dia adalah ayahku, dan engkaulah yang dimaksud dengan palang
pintu itu. Kembalilah engkau kepada orang tuamu” Dengan kata lain Isma’il
menceraikan isterinya.
Setelah
itu Isma’il menikahi wanita lain, wanita itu bernama Sayyidah binti Madhadh bin
Amr Al Jurhumi. Ada yang mengatakan, bahwa wanita itu adalah isteri ketiganya.
Dari wanita itu isma’il mempunyai duabelas anak laki-laki, yang oleh Muhammad
bin Ishak menyebut sebagai berikut: Nabit, Kaidar, Wazbil, Maisyi, Masmak,
Maasy, Daush, Arar, Yathur, Nabasy, Thaima, dan Kaizama. Demikian itulah
nama-nama yang disebut oleh Ahlul kitab dalam kitab mereka.[8]
Ketika
ajal menjelang. Isma’il berpesan kepada saudaranya Ishak dan menikahkan
puerinya bernama Nasamah dengan putera Ishak yang bernama Al- Aish bin Ishak.
Dari pernikahan kedua anak nabi itu lahirlah bangsa Romawi. Dan lahir pula dari
keduanya bangsa Yunani.
Pada
kunjungan Ibrahim berikutnya, ia mendapati isteri Isma’il yang baru. Lalu menanyakan
kabar Isma’il dan kabar kehidupan rumah tangga mereka. Sang isteri saliha itu
menceritakan bahwa hidup mereka penuh dengan nikmat dan kebaikan.
Isteri
Nabi Isma’il kali ini adalah wanita yang bersyukur kepada nikmat Allah, tidak
mengeluh kesulitan apapun karena sifat tawadhu’nya. Maka Ibrahim berpesan kepadanya “ jika
suamimu pulang, sampaikanlah salam kepadanya dan katakana agar ia mengokohkan
palang pintu rumahnya. Setelah itu Ibrahim segera pulang ke Syam.
Ketika
nabi Isma’il pulang, ia bertanya kepada isterinya “Apakah tadi ada yang
mengunjungimu?”
Isterinya
menjawab “Tadi datang kepadaku seorang tua yang keadaannya demikian..”
Nabi
isma’il bertanya “ apakah ada sesuatu yang dia katakana kepadamu?”
Lalu
isterinya menjawab, dia bertany kepadaku tentang dirimu, dan akupun
menceritakannya. Dan ia bertanya pula tentang kehidupan kita, maka aku
sampaikan bahwa kita berada dalam kenikmatan dan aku mengucapkan syukur memuji
Allah”
Nabi
Isma’il bertanya lagi “kemudian apa lagi yang ia katakan?”
Isterinya
menjawab, “ia menitipkan salam untukmu dan memerintahkanmu untuk mengokohkan
palang pintu rumahmu”
Nabi
Isma’il lantas berkata. ‘dia adalah ayahku, dan engkau adalah palang pintu itu.
Dia memerintahkan agar aku tetap mempertahankanmu (sebagai isteri)
Membangun kembali Bait
Allah (ka’bah)
Ka’bah
adalah bangunan yang terdiri dari batu biasa dan batu-batu itu tidaklah punya
kelebihan apapun. Namun, ka’bah menjadi symbol tauhid Islam dan menjadi tempat
penyucian kepada Allah. Menuru sejarah. Jauh-jauh hari sebelum Nabi Ibrahim dan
puteranya Ismail mendirikan Ka’bah. Bait Suci Allah telah berada disana.
Kabarnya tempat itu merupakan Rumah Allah pertama yang dibangun oleh nabi Adam
AS. Namun seiring bergulirnya waktu, jejak bangunan itu hilang dimakan usia. Sehingga
Allah perintahkan Nabi Ibrahim dan Isma’il untuk membangun kembali, agar Rumah
Allah tetap berdiri hingga akhir zaman.
Dalam
Al-Qur’an Allah berfirman :
“Dan ingtlah ketika
Ibrahim meninggikan (membangun) dasar-dasar Baitullah bersama Isma’il seraya
berdo’a ; ‘ya Tuhan kami, terimalah dari kami (amalan kami), sesungguhnya
engkaulah yang maha mendengar. Lagi maha mengetahui. Ya Tuhan kami. Jadikanlah
kami berdua orang yang tunduk dan patuh kepada engkau dan jadikanlah diantara
anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada engkau dan tunjukkanlah kepada
kami cara-cara dan tempat-tempat ibadah haji kami. Dan terimalah taubat kami.
Sesungguhnys engkau yang maha penerima taubat lagi maha penyayang. Ya tuhan
kami, utuskah kepada mereka seorang Rasul dari kalangan mereka, yang akam
membacakan kepada mereka ayat-ayat engkau, dan mengajarkan kepada mereka
Al-kitab (al-Qur’an) dan Al-Hikmah (as-sunnah) serta menyucikan mereka.
Sesungguhnya engkaulah maha perkasa lagi maha bhijaksana.” (Qs. Al-Baqarah
:127-129)
Demikianlah
kisah pendirian Bait Suci Allah di Mekkah yang kini dinamai Ka’bah. Semoga
Rahmat dan salam tetap tercurah kepada Ibrahim, bapak Para nabi, serta
puteranya Isma’il.
Nabi
Isma’il diangkat menjadi Nabi pada tahun 1850 SM. Ia tinggal di Amaliq, dan
berdakwah untuk penduduk Al-amaliq, Bani Juhrum dan kabilah yaman. Bersama
ayahnya ia membangun kembali ka’bah (Baitullah).
Nabi
Isma’il alaihissalam dimakamkan di Hijr bersama ibunya, Hajar. Beliau wafat
pada usia 173 tahun.
Daftar pustaka
Al-qur’an
Al-Karim
Hadis
sahih Bukhari Muslim
Ibnu
Katsir, Kisah para Nabi
Dr,
Jerald F. Dirks, Ibrahim Sang Sahabat Tuhan
Ahmad
bahjat, Nabi-Nabi Allah
[1] Nabi-Nabi Allah, Ahmad bahjat, hlm 141
[2] Kisah Para Nabi, Ibnu katsir, hlm, 258
[3] Ibrahim Sang Sahabat Tuhan, DR. Jerald F. Dirks, 130
[4] Ibrahim Sang Sahabat Tuhan, DR. Jerald F. Dirks, 131
[5] Ibrahim Sang Shabat Tuhan, DR. Jerald F. Dirks, 132
[6] Ibrahim Sang Sahabat Tuhan, DR. Jerald F. Dirks, 134
[7] Ibrahim Sang Sahabat Tuhan, DR. Jerald F. Dirks, 153
[8] Kisah Para Nabi, Ibnu katsir, hlm, 260
No comments:
Post a Comment